Laman

Friday, December 17, 2010

Hati ku Yang Sepi



Semalam, kau hadir dalam mimpiku. Senyummu mengembang, bibirmu ucapkan kata-kata yang lembut dengan sesekali tergelak tawa dari canda yang terlantun.

Kau begitu nyata meski hanya untuk sesaat. Ku ingin hentikan sang waktu, persilakan malam tetap mencengkeram, lelapkan mentari dalam peraduannya, sehingga pagi tak menjelang, dan kau tak turut menghilang. Namun, aku tak miliki kuasa untuk melakukan itu semua.

Hatiku begitu sepi. Tanpa hadirnya dirimu. Aku tahu, aku memang bodoh. Tak berani ungkapkan perasaanku padamu. Tapi aku selalu berkaca. Siapa diriku? Aku tak tampan, aku tak pandai, dan aku juga tak kaya. Betapa lancangnya diriku bila ternyata aku berani ungkapkan rasa itu. Kau begitu sempurna, tak layak untuk menjadi milikku yang selalu papa.

Ku hanya mampu mimpikan dirimu. Harap kita selalu bertemu, bertatap muka, dan berkata-kata dengan diselingi canda yang ceria.

Jarak terkadang lancang, memisahkan dua insan yang berbeza. Walau zaman telah maju, sinyal radio bergentayangan di seantero bumi, kendaraan berkelebat cepat, namun semuanya seakan tak mampu pupuskan rinduku. Ku selalu berharap kau disana selalu baik-baik saja, selalu ceria, selalu bahagia, meski lautan, jarak, dan waktu bahu membahu membentuk suatu spektrum pemisah antara kita.

Aku kan selalu ada, kala kau bahagia atau pun duka.

Terkadang aku menantang sang duka, ingin menderanya dalam segenap siksa, bila ia berani menghampiri dirimu, meski sesaat.

Entah sampai bila rasa ini terpendam. Aku sendiri tak tahu. Sebab bibirku serasa kelu, bila mendengar suaramu diseberang sana. Aku tak mampu ungkapkannya. Ya, seperti kataku tadi, aku tak layak untukmu.

No comments:

Post a Comment